Latihan ini merupakan tugas kelompok. Untuk mengerjakan tugas ini Anda harus mendapatkan bahan-bahan materi latihan (coba hubungi koordinator kelas). Materi tersebut terdiri dari satu putusan pengadilan, UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (selanjutnya disebut UUKDRT), dan sebuah tabel yang memuat ringkasan/rangkuman putusan dalam perkara tersebut. Apa yang harus Anda kerjakan:
(1) Pelajari dengan baik putusan pengadilan tersebut. Bersama dengan anggota kelompok, Anda wajib mengisi kolom-kolom tabel ringkasan putusan yang masih kosong.
(2) Pelajari UUKDRT, khususnya pasal-pasal terkait. Untuk mendapatkan gambaran komprehensif tentang UU ini, buatlah sebuah peta konsep. Cara membuat peta konsep, silakan unduh video PETA KONSEP dalam blog ini.
(3) Susunlah pola penalaran hakim terkait putusan ini. Perhatikan bagaimana unsur demi unsur dalam dakwaan primer dan dakwaan subsider diperagakan oleh hakim. Tugas Anda adalah membuat pola-pola ini terlihat jelas langkah demi langkah. Sebagai referensi lihat POSTING LAMA dalam blog ini, yaitu naskah berjudul SILOGISME PENALARAN HUKUM (posting 5.12.09).
Hasil pengerjaan nomor (2) wajib dikumpulkan tanggal 9 April 2010 (kelas A) dan tanggal 10 April 2010 (kelas B). Sementara hasil pengerjaan tugas nomor (1) dan (3) wajib dikumpulkan tanggal 16 April 2010 (kelas A) dan tanggal 17 April 2010 (kelas B). Selamat berlatih!
skip to main |
skip to sidebar
Dosen Dr. Shidarta, S.H., M.Hum.
Blog ini merupakan media komunikasi bagi para peserta mata kuliah yang berada di bawah koordinasi dosen pengelola blog ini.
Anda dapat mengatur lebar layar baca blog ini sesuai keinginan Anda. Untuk itu tekan (Control +) atau (Control -) agar Anda dapat menyesuaikan dengan ukuran yang dikehendaki!
PENALARAN HUKUM
Dosen Dr. Shidarta, S.H., M.Hum.
KUIS PENALARAN
Kuis ini bertujuan untuk mengajak Anda memahami arti penting pengklasifikasian di dalam penalaran. Walaupun contohnya belum secara spesifik diarahkan kepada kasus hukum, sebenarnya dalam penalaran hukum aktivitas pengklasifikasian adalah kegiatan yang mutlak perlu, tidak hanya untuk keperluan penstrukturan fakta melainkan juga penstrukturan aturan.
Kasus:
Enam dosen FH Unpar masing-masing bernama Aditya, Budiman, Chandra, Darwin, Elisabeth, dan Freddy bersepakat membentuk semua kantor hukum di kawasan Kuningan Jakarta Selatan. Dari nama-nama itu, (secara acak) ada dua orang asal kelahiran Cilacap. Selebihnya masing-masing satu orang dari Bogor, Jakarta, Medan, dan Pontianak. Di Unpar dosen-dosen itu (tak harus berurutan sesuai nama/asal di atas) masing-masing mengajar mata kuliah hukum administrasi negara, hukum perdata, hukum pembuktian, penalaran hukum, hukum pidana, dan hukum acara perdata. Mata kuliah hukum acara perdata diajarkan oleh dosen asal kelahiran Pontianak yang kebetulan ia tinggal satu kompleks dengan Ibu Elisabeth yang akrab disapa Bu Liz. Yang jelas, Bu Liz ini bukan dosen yang mengajar mata kuliah hukum pembuktian, penalaran hukum, hukum administrasi negara, atau hukum pidana. Pak Candra, yang mengajar hukum pembuktian, baru-baru ini mudik ke kota asal mereka bersamaan dengan rekan (dosen) yang mengajar hukum perdata. Selain itu ada informasi lain: jika dilihat dari usianya Pak Darwin yang lahir dan menetap di Jakarta Barat ini lebih tua daripada Pak Freddy. Di samping itu, Pak Darwin juga lebih tua daripada Pak Aditya, pengajar hukum administrasi negara. Pak Freddy ini belum pernah ke Cilacap; ia juga tidak pernah mengajar penalaran hukum. Pak Freddy pernah menyatakan keinginannya untuk mengajak keluarganya ke Kalbar atau Sumut, dua provinsi yang belum pernah dikunjungi seumur hidupnya. Pak Aditya dan rekannya pengajar penalaran hukum pun belum pernah ke Kalbar. Pak Aditya ini orang baru di Jakarta (ia mengaku baru ke Jakarta saat kuliah). Dosen penalaran hukum baru-baru ini pergi seminar ke Medan, yaitu kota asal rekannya yang lain.
Nah, sekarang sebutkan tiap nama dosen FH Unpar ini, kaitkan dengan mata kuliah yang diasuhnya, dan asal kota kelahiran masing-masing. Ingat: di sini tidak hanya konklusi (jawaban akhir) saja yang ingin diketahui, melainkan juga proses penalaran Anda sehingga sampai pada konklusi tersebut.
(c) Aldisert, 1997.
Kasus:
Enam dosen FH Unpar masing-masing bernama Aditya, Budiman, Chandra, Darwin, Elisabeth, dan Freddy bersepakat membentuk semua kantor hukum di kawasan Kuningan Jakarta Selatan. Dari nama-nama itu, (secara acak) ada dua orang asal kelahiran Cilacap. Selebihnya masing-masing satu orang dari Bogor, Jakarta, Medan, dan Pontianak. Di Unpar dosen-dosen itu (tak harus berurutan sesuai nama/asal di atas) masing-masing mengajar mata kuliah hukum administrasi negara, hukum perdata, hukum pembuktian, penalaran hukum, hukum pidana, dan hukum acara perdata. Mata kuliah hukum acara perdata diajarkan oleh dosen asal kelahiran Pontianak yang kebetulan ia tinggal satu kompleks dengan Ibu Elisabeth yang akrab disapa Bu Liz. Yang jelas, Bu Liz ini bukan dosen yang mengajar mata kuliah hukum pembuktian, penalaran hukum, hukum administrasi negara, atau hukum pidana. Pak Candra, yang mengajar hukum pembuktian, baru-baru ini mudik ke kota asal mereka bersamaan dengan rekan (dosen) yang mengajar hukum perdata. Selain itu ada informasi lain: jika dilihat dari usianya Pak Darwin yang lahir dan menetap di Jakarta Barat ini lebih tua daripada Pak Freddy. Di samping itu, Pak Darwin juga lebih tua daripada Pak Aditya, pengajar hukum administrasi negara. Pak Freddy ini belum pernah ke Cilacap; ia juga tidak pernah mengajar penalaran hukum. Pak Freddy pernah menyatakan keinginannya untuk mengajak keluarganya ke Kalbar atau Sumut, dua provinsi yang belum pernah dikunjungi seumur hidupnya. Pak Aditya dan rekannya pengajar penalaran hukum pun belum pernah ke Kalbar. Pak Aditya ini orang baru di Jakarta (ia mengaku baru ke Jakarta saat kuliah). Dosen penalaran hukum baru-baru ini pergi seminar ke Medan, yaitu kota asal rekannya yang lain.
Nah, sekarang sebutkan tiap nama dosen FH Unpar ini, kaitkan dengan mata kuliah yang diasuhnya, dan asal kota kelahiran masing-masing. Ingat: di sini tidak hanya konklusi (jawaban akhir) saja yang ingin diketahui, melainkan juga proses penalaran Anda sehingga sampai pada konklusi tersebut.
(c) Aldisert, 1997.
LARANGAN KERAS DUPLIKASI
Jika mahasiswa diminta mengerjakan tugas individual, maka kerjakan tugas tersebut secara mandiri dan penuh tanggung jawab. Tindakan sekadar menduplikasi karya rekan mahasiswa lain dan mengakuinya sebagai karya sendiri adalah bentuk plagiarisme yang tidak dapat ditoleransi karena telah mengaburkan makna tugas sebagai bagian dari proses latihan dalam perkuliahan ini. Setiap bentuk duplikasi yang teridentifikasi akan diberikan sanksi yang sangat merugikan mahasiswa itu sendiri.