25.3.10

Pedoman Jawaban UTS Genap 2009/2010

SOAL:

(1) Berdasarkan aturan-aturan pembuatan definisi, sejumlah definisi dalam peraturan perundang-undangan boleh jadi mengandung kelemahan. Bandingkan dua definisi berikut dan berikan kritik Anda terhadap definisi-definisi tersebut:
ANAK CACAT adalah anak yang mengalami hambatan rohani dan/atau jasmani sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar (UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak).
ANAK YANG TIDAK MAMPU adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial yang wajar (UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak).
(2) Rumuskan kembali definisi-definisi nomor 1 di atas, yang menurut Anda seharusnya lebih tepat daripada rumusan di dalam undang-undang! Untuk itu, gunakan aturan definitio per genus proximum et differentias specificas!

PEDOMAN JAWABAN:
Uraian di bawah ini hanya merupakan pedoman jawaban yang minimal, dalam arti mahasiswa dapat menjawab dengan formulasi kalimat yang berbeda dengan tetap menunjukkan daya nalar dan kekritisan dalam mencerna soal yang diajukan.
SOAL 1:
Pertanyaan ini dapat dijawab dengan memperhatikan makna konotatif dan denotatif dari kedua definisi di atas. Jika melihat makna konotatifnya, maka kedua definisi di atas memiliki kelemahan-kelemahan, yakni antara definiendum dan definiensnya sama-sama tidak dapat dibolak-balik (karena cakupan definiensnya lebih luas daripada definiendumnya). Kritik terhadap makna konotatif ini dapat dilakukan dengan menggunakan dalil-dalil berikut ini:
Jika kedua definisi itu diperbandingkan makna denotatifnya, maka subjek-subjek yang masuk ke dalam kedua definisi ini terlihat bertumpang tindih. Anak cacat bisa juga masuk ke dalam kategori anak tidak mampu, demikian juga sebaliknya. Anak yang terganggu pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar sangat mungkin adalah juga anak yang karena sesuatu sebab tidak terpenuhi kebutuhan rohani, jasmani dan sosialnya. Bukankah SEBAB ini bisa juga karena faktor kecacatannya itu? Lalu, HAMBATAN ROHANI DAN/ATAU JASMANI ini bukankah juga bisa karena faktor ekonomi (yang berarti masuk kategori anak tidak mampu).

SOAL 2:
Berangkat dari kritik pada nomor 1 di atas, maka perumusannya yang lebih tepat dapat disarankan sebagai berikut: (a) ANAK CACAT adalah ANAK yang mengalami hambatan beraktivitas secara normal akibat kekurangan dan kelemahan kondisi fisik dan/atau mental yang permanen. (b) ANAK TIDAK MAMPU adalah ANAK yang mengalami penderitaan akibat keterbatasan pemenuhan kebutuhan minimal ekonomi dan/atau sosialnya. PERHATIKAN: kata "ANAK" bisa saja dipakai sebagai kata analog dalam definisi ini. Jika tidak mau dipakai, bisa diganti dengan kata-kata "ORANG PERORANGAN yang lajang (maksudnya: belum menikah) dan berusia di bawah 18 tahun.
Kata "BERAKTIVITAS" perlu ditekankan di sini karena kecacatan terutama sekali harus terkait dengan kepentingan beraktivitas (baik fisik maupun mental) secara normal. Kata "normal" ini adalah kata yang lazim dipakai dalam hubungan dengan kesehatan (bandingkan dengan kata "wajar" yang lebih bernuansa sosiologis).Baru kemudian dilihat apakah penyebab hambatan beraktivitas itu. Jika disebabkan oleh kondisi fisik dan/atau mentalnya yang permanen, maka baru bisa disebut ANAK CACAT. Seorang anak yang lumpuh sementara dan masih dalam masa penyembuhan, tentu tidak bisa digolongkan sebagai anak cacat.
Dalam jawaban ini terma definiendum "ANAK TIDAK MAMPU" tetap dipertahankan, kecuali kata "YANG" yang semula ada dalam undang-undang, dihilangkan. Seperti dinyatakan dalam kritik pada jawaban soal pertama, pembentuk undang-undang akan lebih baik jika menggantinya dengan kata-kata yang lebih tegas dan tidak bernuansa eufemisme, misalnya dengan terma 'ANAK MISKIN".  Selanjutnya, kata-kata "MENGALAMI PENDERITAAN" atau "MENDERITA" dalam definiens menunjukkan ada ketidaksejahteraan yang dialami oleh si subjek (dalam hal ini: ANAK). Penderitaan itu harus disebabkan oleh faktor yang jelas, yakni karena ada kebutuhan minimal yang tidak terpenuhi. Kebutuhan ini terkait dengan aspek ekonomi dan/atau sosial (bukan faktor lain-lain di luar itu). Kebutuhan minimal ini harus ditekankan dalam definisi ini karena rentang kebutuhan maksimal bagi setiap orang jelas tidak ada batasnya yang tegas. Dalam undang-undang ini bisa saja kemudian ditentukan bahwa kriteria kebutuhan minimal secara ekonomis/sosial itu akan ditetapkan oleh Pemerintah. (***)