25.4.10

Latihan Minggu ke-8: Menetapkan Struktur Aturan (kelas B)

Dalam praktik keseharian, seorang ahli hukum tidak dihadapkan pada kondisi untuk dapat memilih-milih fakta yang akan diselesaikannya. Fakta itu sudah hadir di hadapannya dan harus diterima apa adanya. Dalam kondisi demikian, tugas pertama seorang ahli hukum adalah memastikan bahwa fakta-fakta tersebut merupakan peristiwa hukum, bukan peristiwa konkret biasa yang tidak mempunyai akibat hukum. Untuk dapat memastikan suatu rangkaian fakta merupakan peristiwa hukum, tentu harus ada acuan sumber hukum yang digunakan. Dalam latihan minggu lalu di kelas B telah disajikan satu contoh rangkaian fakta sebagai berikut:

SUMINEM, wanita berumur 20 tahun, adalah seorang pembantu rumah tangga dari Wonogiri. Ia sudah bekerja di keluarga TARSONO di Jakarta sejak tahun 2005. Statusnya sudah bersuami dan memiliki seorang anak berusia 7 tahun yang ditinggalkannya di kampung. Suami Suminem bernama Margono, seorang buruh tani di Wonogiri. Pada tahun 2007 Margono menderita sakit dan untuk membiayai pengobatannya, Suminem terpaksa harus meminjam uang kepada Tarsono. Biaya pengobatan Margono ternyata mencapai sampai Rp 25 juta. Dari hutang sebanyak itu, setiap bulannya Suminem harus mencicil sebesar Rp75.000,- (dari gajinya setiap bulan Rp400.000,-). Pada bulan Februari 2010 lalu Suminem bermaksud untuk berhenti bekerja pada keluarga Tarsono karena ingin pindah menjadi buruh di pabrik garmen di Tangerang. Ia yakin dengan gaji lebih besar sebagai buruh ia dapat lebih cepat melunasi hutang-hutangnya kepada Tarsono. Keinginan untuk berhenti bekerja ini tidak disetujui oleh Tarsono. Untuk itu, Suminem tidak diizinkannya keluar rumah sendirian (tanpa ditemani anggota keluarga Tarsono) dan Suminem diancamnya akan dilaporkan ke polisi jika berani kabur. Bahkan, sudah sejak 3 bulan terakhir ini gaji Suminem tidak dibayarkan sama sekali. Suminem merasa tidak berdaya. Akhirnya, atas bantuan sesama pembantu rumah tangga di lingkungan tempat tinggal keluarga Tarsono, kasus ini lalu dilaporkan oleh Suminem ke polisi sebagai suatu tindak kekerasan dalam rumah tangga.

Jika sumber hukum dari kasus ini difokuskan hanya pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (selanjutnya disingkat UUKDRT), maka seorang ahli hukum tentu harus mempelajari keseluruhan isi UUKDRT ini dengan saksama. Pada beberapa minggu lalu, para mahasiswa sudah ditugaskan untuk membuat peta konsep dari UUKDRT ini. Peta seperti ini akan sangat berguna untuk membantu seorang ahli hukum yang ingin menguasai sebuah peraturan dengan cepat dan komprehensif. Sangat dianjurkan agar kalian dapat terus memanfaatkan cara pemetaan demikian di kemudian hari dalam mencerna konsep-konsep dalam setiap aturan.
Jika kita kembali kepada latihan soal di atas, seorang ahli hukum dapat segera menemukan setidaknya ada dua kualifikasi peristiwa hukum yang dapat dikenakan terhadap Tarsono, yaitu: (1) perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga; dan (2) perbuatan menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangga (catatan: dalam Pasal 5 ada nomenklatur lain yang dipakai untuk kualifikasi kedua ini, yaitu "penelantaran rumah tangga).
Kualifikasi tindak pidana pertama diatur dalam Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 7 dan Pasal 2 ayat (2) UUKDRT. Kualifikasi tindak pidana kedua diatur dalam Pasal 49 jo Pasal 2 ayat (2) UUKDRT. Jika ditemukan ada beberapa kualifikasi tindak pidana yang dapat dikenakan (dan ini terutama menjadi tugas penuntut umum)akan terdapat sejumlah pilihan untuk menerapkan model-model dakwaan: (a) dakwaan alternatif (primer-subsider), (b) dakwaan subsidaritas (berlapis), atau (c) dakwaan kumulatif. Jika kasusnya sangat kompleks, terkadang ada kemungkinan model lain, yaitu campuran/gabungan dari model-model di atas. Pilihan-pilihan ini merupakan ranah hukum acara pidana. Dalam contoh latihan kita kali ini, kita mencoba untuk memilih model alternatif agar terlihat jelas dua struktur aturan yang ingin kita analisis. Tugas kita selanjutnya adalah menyusun struktur aturan untuk masing-masing tindak pidana itu. Dalam ilmu perundang-undangan, diajarkan bahwa struktur aturan dapat dibuat dengan mencari setidaknya empat unsur norma:
(1) sasaran atau subjek norma (normadressaat);
(2) modus perilaku atau operator norma (modus van behoren);
(3) objek norma (normgedrag); dan
(4) kondisi norma (normcondities).
Dari contoh kasus di atas, dapat disusun dua struktur aturan sebagai berikut:


Nah, tugas selanjutnya dalam latihan ini adalah menyusun silogisme secara terinci untuk setiap tindak pidana di atas. Jadikan setiap rincian struktur aturan tersebut sebagai premis mayornya, dan fakta pada contoh kasus sebagai premis minornya. Silogisme pertama-tama dibuat untuk unsur: (1) sasaran norma, (2) objek norma, dan (3) kondisi norma. Satu demi satu silogisme itu harus menunjukkan ada konklusi yang membuktikan semua unsur-unsur itu terbukti. Jika semua silogisme di atas sudah dirumuskan, maka terakhir tunjukkan bahwa modus perilaku dari pelaku (dalam hal ini TARSONO) adalah sesuatu yang terlarang dan untuk itu diancam dengan sanksi pidana yang berlaku. Perhatikan bahwa jika ada rincian objek norma atau kondisi norma yang disusun secara disjunktif (menggunakan kata "...atau...") maka cukup dibuatkan silogisme untuk unsur yang relevan saja dengan fakta yang tersaji. Contoh: "menderita psikis berat" adalah unsur yang tercantum dalam struktur aturan, tetapi dapat diabaikan karena tidak relevan dengan fakta yang terjadi, sehingga tidak perlu dibuatkan silogismenya.