6.2.11

Seputar Definisi

Oleh Shidarta

Ada beberapa pertanyaan mahasiswa terkait dengan jenis-jenis definisi, dalil-dalil, dan apakah ada penerapan dalil yang "menyimpang" di dalam perancangan peraturan di Indonesia. Tulisan ini dibuat dalam rangka menjawab secara sekilas pertanyaan tersebut.

Dalam buku-buku logika, memang kerap dibedakan dua jenis definisi saja, yakni definisi nominal (=definisi nama) dan definisi riil (=definisi urusan). Tentang pengertian dan contoh-contohnya dapat diperhatikan tabel di bawah ini.

1
nominal
Menunjuk pada asal usul kata, sinonim, hasil translasi.
Contoh:
-    Filsafat adalah cinta (philos) dan kebijaksanaan (sophia).
-    Pemakai adalah pengguna.
-    Wisdom adalah kebijaksanaan.
2
riil
Menunjuk pada keseluruhan ciri khas, sifat, tujuan kebera-daan, dan/atau kausalitas yang terjadi.
Contoh:
-    Konsumen adalah setiap pemakai barang dan/atau jasa, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan orang lain.

Dilihat dari cara penyusunan frasa penjelasan (definien), suatu definisi dapat dibedakan pula menjadi definisi intensional dan ekstensional.

1
intensional
Menunjuk pada ciri-ciri dari terma definiendum (makna konotatif atau komprehensif).
Contoh: (= definisi riil)
2
ekstensional
Menunjuk pada gejala yang memenuhi ciri-ciri yang dimaksud dalam terma definiendum atau fakta-fakta yang menjadi anggotanya (makna denotatif).
Contoh:
-    Subjek hukum adalah manusia dan badan usaha.
-    Menteri adalah menteri luar negeri.

Klasifikasi definisi dengan cara lain adalah dengan membedakan definisi menjadi definisi reportif, stipulatif, dan presisi. Dalam peraturan perundang-undangan, definisi presisi lebih disukai.

 
1
reportif (leksikal)
Menunjuk pada pengertian yang lazim dikenal dalam bahasa sehari-hari atau yang kerap dimuat dalam kamus.
Contoh: sama seperti definisi nominal.
2
stipulatif
Menunjuk pada kegunaan praktis yang bisa saja benar atau salah jika dianalisis secara mendalam.
Contoh:
-    Badan hukum adalah perusahaan yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak.
3
presisi
Menunjuk pada ketepatan ciri-ciri sehingga mengarah pada suatu pemahaman tunggal.
-    Siang hari adalah waktu dari pukul 06 sampai pukul 18.
Dalam pelajaran logika, kita mempelajari ada beberapa dalil untuk membuat definisi yang baik, seperti:

a. Definisi harus dapat dibolak-balik.
b. Definisi tidak boleh memposisikan definiendum menjadi lebih luas atau lebih sempit daripada definien.
c. Definisi tidak boleh memuat keterangan secara negatif semata-mata.
d. Definsi tidak boleh mencantumkan kata yang terdapat dalam definiendum di dalam definien-nya.
e. Definisi tidak boleh menggunakan kata-kata kiasan (metafora).
f.  Definisi harus memuat ciri-ciri selengkap mungkin.
  
Jika kita menyimak ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, dengan mudah dapat kita jumpai begitu banyak definisi yang tidak mengikuti dalil-dalil di atas. Definisi dalam peraturan perundang-undangan diarahkan untuk dapat memenuhi prinsip-prinsip (asas-asas), yang oleh C. Waaldijk (1985) dibedakan menjadi prinsip: (1) kesederhanaan (eenvoud), (2) kemudahan dipahami (begrijpelijkheid), (3) kekekalan, yakni agar norma bisa berlaku dalam jangka waktu lama (bestendigheid), dan (4) keseimbangan dalam menampung kepentingan (evenredigheid).

Definisi peraturan perundang-undangan (wettelijke definitie) memang memiliki beberapa karakteristik. Dalam bab ketentuan umum, dapat ditemukan ada definisi yang dapat disebut: (1) definisi umum (algemene definities), (2) definisi parsial (partiale definities), (3) definisi berbentuk pembatasan pengertian (definities in begripsbepalingen), dan (4) definisi insidentil (incidentele definities).

Definisi umum dibentuk dengan cara menyamarakan (generaliserende definities), atau dengan cara memerinci karakter dari suatu term (speciferende definities), atau dengan memendekkan penyebutan term (afkortende definities), atau dengan menunjuk tempat lain yang sudah ada sebelumnya atau sudah tercantum dalam undang-undang lain (recursieve definities).
Definisi parsial dibentuk karena terma yang ingin didefinisikan memang sudah dikenal umum dalam bahasa sehari-hari, namun dalam undang-undang itu pemaknaannya sengaja dipersempit (sekalipun demikian bisa dijadikan acuan bagi undang-undang lain).
Definisi pembatasan pengertian sesungguhnya juga mempersempit makna, yang menunjukkan bahwa makna atas term hanya berlaku untuk undang-undang itu saja (tidak bisa dipakai acuan oleh undang-undang lain).
Definisi insidentil adalah definisi untuk suatu terma yang memiliki arti lebih dari satu, dan dalam undang-undang itu hanya diambil salah satu saja. Contoh-contohnya dapat dlihat dari catatan di bawah ini.

Setelah mengikuti berbagai jenis definisi di atas, kurang lebih dapat disampaikan catatan-catatan sebagai berikut:
Pertama, definisi dalam peraturan perundang-undangan selayaknya dapat diarahkan menjadi definisi presisi, dan diusahakan piliihan kata-katanya dapat diderivasi menjadi unsur-unsur perbuatan yang terukur.
Kedua, dalam hal tidak mudah dibuatkan definisi presisi, akan diusahakan ke arah definisi ekstensional, yakni dirumuskan dengan cara dirinci (specificerende definitie) atau dengan cara diperpendek penyebutannya (afkortende definitie). Contoh definisi dengan cara rincian: Tentara Nasional Indonesia adalah Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Sementara itu, definisi dengan cara memendekkan penyebutan contohnya adalah sebagai berikut: Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
Ketiga, dalam hal suatu peraturan perundang-undangan merupakan pelaksanaan lebih teknis dari peraturan lainnya, definisi dapat juga dibuat dengan cara mengacu (recursieve definitie), misalnya: Panitia adalah panitia pertimbangan seperti dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang No ....dst.  Dalam konteks tertentu, acuan dapat juga dialamatkan ke pasal-pasal tertentu dari undang-undang yang sama, sehingga dapat ditulis: Panitia adalah panitia pertimbangan seperti dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang ini.
Keempat, jika definisi dipandang perlu ditampilkan untuk dapat dipergunakan secara terbatas menurut konteks undang-undang itu saja, maka tidak ada salahnya untuk membuat definisi stipulatif. Terkait dengan definisi stipulatif ini, dapat dilakukan dengan merumuskan definisi parsial, definisi pembatasan pengertian, atau definisi insidental. Contoh definisi parsial adalah tentang definisi obat dalam UU No. 7 Tahun 1963: Obat adalah obat yang dibuat dari bahan-bahan yang berasal dari binatang, tumbuhan, mineral, dan obat sintetis. Definisi pembatasan pengertian, misalnya, dapat ditemukan dalam definisi korban di UU KDRT: Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. Selanjutnya definisi insidentil contohnya ada dalam definisi guru di UU Guru dan Dosen: Guru adalah pendidik profesinal dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

Perlu dicatat bahwa kata-kata yang bernada negatif (TIDAK, BUKAN) kerap juga muncul pada definisi di dalam sumber-sumber hukum. Dalam praktik, hal ini dapat ditoleransi. Hal yang dilarang adalah apabila definien tidak memberi keterangan secara memadai kecuali merumuskannya sebagai bukan ini dan bukan itu, atau selain ini dan selain itu, sehingga pembaca harus menyimpulkannya sendiri dengan metode residu. Menurut ahli hukum Belanda J.J.H.Bruggink, pengecualian atas dalil ini berlaku untuk perkataaan-perkataan yang memang menunjukkan ketiadaan (gemis), seperti kebutaan adalah ketiadaan kemampuan melihat.

Catatan lain adalah tentang penggunaan kata-kata yang terdapat pada definiendum, yang dimunculkan lagi di dalam definien. Contoh: menteri adalah pejabat yang diangkat oleh Presiden dalam jabatan sebagai menteri. Di sini terlihat kata menteri muncul dua kali. Dalam praktik, hal ini juga ada toleransi, yakni jika definiendum mengandung kata analog, maka biasanya hal tersebut dapat diterima. Misalnya: Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan sesama warga masyarakat. Demikian juga jika definisi itu dilakukan untuk memperpendek penyebutan, misalnya: menteri adalah menteri perdagangan.